
Jakarta – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) memastikan program bedah rumah atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) akan mulai berjalan pada Agustus 2025.
Menteri PKP Maruarar Sirait menyampaikan bahwa program ini menargetkan perbaikan sebanyak 45.000 unit Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) tahun 2025.
“Untuk program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya, BSPS, dengan target 45.000 rumah kami sudah, tadi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) sudah mulai penyerapannya, bulan ini segera jalan,” kata Maruarar di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (06/08/2025).
Bantuan Rp 17,5 Juta per Unit dalam Bentuk Material Bangunan
Sebelumnya, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menyampaikan bahwa pemerintah akan menyalurkan bantuan sebesar Rp 17,5 juta dalam bentuk bahan bangunan untuk renovasi RTLH.
“Setiap tahun, pemerintah akan mengalokasikan anggaran setidaknya sekitar Rp 43,6 triliun untuk merenovasi 2 juta rumah. Dari jumlah tersebut, Rp 17,5 juta akan disalurkan langsung untuk pembelian bahan bangunan per unit rumah,” kata Fahri saat melakukan kunjungan kerja ke Krakatau Steel di kawasan industri Cilegon, Banten, Jumat (1/8/2025), dikutip dari keterangan resmi.
Fahri menjelaskan bahwa masyarakat akan menerima bahan-bahan seperti kerangka baja ringan, dinding tahan gempa, dan sanitasi yang layak. Krakatau Steel disebut bisa menjadi salah satu pusat distribusi bahan bangunan tersebut.
Kunjungan ini sekaligus menjadi bagian dari dorongan pemerintah kepada industri baja nasional, khususnya Krakatau Steel, untuk berperan aktif dalam program 3 Juta Rumah Rakyat.
Program ini mencakup pembangunan 1 juta rumah di desa, 1 juta di pesisir, dan 1 juta di perkotaan.
Program Bedah Rumah Bukan Satu-satunya
Selain renovasi RTLH, pemerintah juga menyiapkan dua skema lain, yakni pengembangan kawasan dan pembangunan hunian vertikal.
Untuk skema pengembangan kawasan, alokasi anggaran mencapai Rp 20 miliar–Rp 22 miliar per kawasan. Fokus pembangunan meliputi infrastruktur dasar seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL) kolektif, air bersih, hingga rumah pesisir berbasis kearifan lokal.
“Rumah pesisir itu seharusnya rumah panggung, bukan rumah beton biasa. Kita belajar dari arsitektur masyarakat Bugis,” ujar Fahri.
Adapun skema ketiga yaitu pembangunan hunian vertikal di perkotaan, yang dinilai penting untuk mengurangi kawasan kumuh. Ia menyebut teknologi pengolahan air dan sanitasi menjadi kunci dalam pembangunan hunian vertikal tersebut.
Fahri juga membuka peluang kolaborasi lintas kementerian dan swasta dalam menyukseskan program tersebut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), misalnya, telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 22 triliun untuk 1.000 kawasan pesisir.
“KKP juga bisa jadi mitra strategis Krakatau Steel. Rumah apung, rumah panggung pesisir, dan bangunan tangguh iklim akan sangat dibutuhkan. Potensi pasarnya besar,” tegasnya.
Ia pun mengusulkan agar Krakatau Steel segera membangun showroom atau tempat percontohan rumah rakyat berbasis teknologi baja dan sanitasi sehat.
Direktur Komersial, Pengembangan Usaha, dan Portofolio Krakatau Steel, Hernowo, menyatakan kesiapan perusahaan dalam mendukung agenda pemerintah tersebut.
Ia menambahkan, Krakatau Steel tengah mengembangkan teknologi rumah cetak cor yang bisa selesai dalam satu hari.
Meski biaya produksinya masih tinggi, ia optimistis efisiensi bisa dicapai dengan skala produksi besar dan peningkatan teknologi.
“Selain itu, kami punya fasilitas laser cutting dengan presisi tinggi untuk memenuhi standar struktur bangunan modern. Ini akan sangat penting dalam pembangunan rumah yang cepat, kuat, dan terstandar,” jelasnya.