
Jakarta – Kampung Susun Bayam di Jakarta Utara merupakan rumah susun (rusun) untuk warga terdampak proyek Jakarta International Stadium (JIS).
Sebagian warga asli Kampung Bayam sudah mulai pindah ke rusun ini pada awal Agustus 2025. Berdasarkan pantauan langsung pada Senin (11/08/2025),
Kampung Susun Bayam terletak persis di samping JIS, tepatnya di Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Terdapat tiga gedung yakni Gedung A, B, dan C, dengan ketinggian empat lantai. Di lantai paling atas atau lantai 5, terdapat rooftop yang menampilkan kesibukan Kota Jakarta Utara.
Jumlah unit hunian di masing-masing gedung pun berbeda-beda, Gedung A dengan 50 unit, Gedung B 35 unit, dan Gedung C 53 unit.
Setiap unit hunian memiliki luas sekitar 36 meter persegi, dilengkapi dua kamar tidur, dapur, satu kamar mandi dalam, balkon untuk menjemur, serta sambungan listrik dan air bersih.
Rusun ini juga dilengkapi sejumlah fasilitas sosial bagi penghuninya, seperti taman bermain anak, lahan berkebun yang dikelola bersama, dan lima kolam ternak ikan.
Mengusung konsep urban farming, sepanjang akses dari gerbang utama menuju gedung rusun sekitar 200 meter ditanami dengan terong ungu, cabai rawit merah, dan hijau.
Di sisi kiri kebun, terdapat lima kolam yang digunakan untuk ternak ikan.
Kehangatan Warga

Meskipun terbilang baru kembali ke kampung asalnya, kehangatan warga rusun sudah terasa dari saling sapa setiap bertemu dengan sesama penghuni hingga berkunjung ke unit tetangga.
Juga telah hidup kegiatan ekonomi di sana. Salah satunya lewat kios milik Jeli (47). Adapun Jeli warga asli Kampung Bayam dan merasakan langsung seluruh proses pembangunan JIS hingga relokasi warga ke beberapa tempat hingga kini.
Di Kampung Susun Bayam, kios kecil yang menjual jajanan dan kebutuhan rumah tangga milik Jeli terletak di lantai dasar Gedung C.
Pembeli silih berganti berdatangan, baik perempuan maupun laki-laki, baik anak-anak hingga lanjut usia (lansia), baik membeli makanan ringan ataupun sabun cuci piring, semuanya ikut menghidupkan suasana di rusun.
Kisah Jeli

Jeli bercerita, sebelum akhirnya kembali ke Kampung Bayam, dia tinggal berpindah-pindah. Mulai dari rumah kontrakan, tenda, hingga ke Rusun Nagrak di Cilincing, Jakarta Utara.
Jeli yang dulunya merupakan pekerja di toko aksesoris mobil sempat mengalami kesulitan karena lokasi huniannya yang jauh dari tempat kerja.
“Sempat terhambat kerjanya pas sudah direlokasi di Rusun Nagrak. Jauh sekali, perjalanan itu kalau cepat dan enggak ada halangan itu satu jam, tapi kalau macet itu bisa sampai dua jam,” kata Jeli.
Karenanya, ia bersyukur bisa kembali ke Kampung Bayam, mengingat tempatnya yang strategis dan sudah ia kenal sejak lama.
“Setelah masuk di sini, saya untuk ke depan itu plong, beda dengan perjalanannya ke Nagrak, banyak kontainer. Di sini untuk belanja saya pun aman. Coba di Nagrak, taruhan nyawa,” ungkapnya.
Ia mengaku, pemerintah daerah saat itu telah memberikan kios kepada beberapa warga Kampung Bayam untuk dioperasikan di Rusun Nagrak. Hanya, tidak semua yang berhasil bertahan.
Banyak penyebabnya, yang paling utama adalah soal modal dan pembeli. Kini, kios Jeli dan satu orang warga lain saja yang masih beroperasi.
“Terus yang lain kerjanya masih di luaran, pemulung, cuci kuli gosok,” katanya.
Gratis Sampai Desember 2025

Jeli mengaku, warga Kampung Bayam masih bebas bayar sewa rusun sampai dengan bulan Desember 2025. Sementara harga sewa, Jeli belum tahu besarannya.
Sementara diberitakan, warga sebelumnya mengaku keberatan dengan tarif sewa yang ditetapkan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebesar Rp 1,7 juta per bulan.
Keberatan muncul karena mayoritas penghuni berprofesi sebagai buruh, petugas PPSU, hingga pemulung, yang penghasilannya terbatas.
Menurut Sherli (42), warga sempat melakukan negosiasi dengan Jakpro, bahkan melibatkan kuasa hukum dari Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK).
“Kita kira-kira aja loh. Makanya kami bilang, kalau memang mau Rp 1,7 juta, kita masuk dulu di grace period,” kata Sherli, Sabtu (09/08/2025).
Hasilnya, warga menyetujui tarif Rp 1,7 juta dengan syarat adanya grace period atau masa bebas sewa selama enam bulan, terhitung dari Agustus hingga Desember 2025. Pembayaran baru dimulai Januari 2026.
Sherli menambahkan, warga berharap saat pengelolaan rusun dialihkan dari Jakpro ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Jakarta, tarif sewa dapat dinegosiasikan kembali atau bahkan diberlakukan sistem mandiri.
“Harapan kami, pemerintah percaya kepada warga untuk mengelola mandiri, supaya lebih terjangkau dan berdaya,” ujarnya.
Usulan pengelolaan mandiri sudah pernah disampaikan secara tertulis ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, terakhir pada 22 April 2025. Namun, hingga kini warga masih menunggu tanggapan resmi.
Sebelumnya, Wali Kota Jakarta Utara Hendra Hidayat menjelaskan, tarif sewa Rp 1,7 juta per bulan di Rusun Kampung Bayam sudah melalui kajian mendalam.
“Kenapa Rp 1,7 juta? Karena JakPro mengikuti ketentuan. Ini kan BUMD, bisnis, jadi tidak ujug-ujug ditetapkan Rp 1,7 juta, mereka ada kajiannya,” ujar Hendra pada 31 Juli 2025.
Hendra meminta warga tidak khawatir soal pembayaran karena Jakpro berencana memberi peluang kerja bagi penghuni di kawasan JIS, mulai dari petugas keamanan hingga pengurus kebun.
Upah akan setara Upah Minimum Regional (UMR) Jakarta, sehingga diharapkan dapat membantu warga membayar sewa.